Cersil Mesum Mustika Gaib 4. Bab 5. “ANAK GOBLOK,” pada suatu hari sang ibu menegor Siong In di dalam kamarnya. “Kau sekarang sudah berusia enambelas tahun dan badanmupun cukup besar, hingga kau boleh dikata bukan lagi seperti anak-anak, tapi sifatmu masih seperti anak kecil saja, setiap hari kau hanya bermain, kerjamu hanya pergi ke lain
Heningnya malam antarkan getaran nestapa hatiku, diri ini onggokan debu kelak tersapu ombak waktu. – saking penggalan tutur Kalih Pingpitu BAB I (Raden Rangga) Gbr diambil dr : islamidia.com Semilir udara pagi menusuk tulang dan matahari masih sembunyi dalam selimut malam, tapi sayup-sayup sudah terdengar suara kesibukan di beberapa rumah. Bau nasi ditanak, tercium samar-samar, seiring suara
Kumpulan Cerita Silat Cersil Cersil Terbaik Online Hanya untuk Penggemar Cerita Silat Online berupa kumpulan semua cersil cersil terbaik dari Mandarin, Indonesia, China Atau Negeri Antah Berantah lainnya.
Daftar Harga Cerita Silat Mandarin Terbaru; Desember 2023. Harga Cerita Silat Jin Yong / Chin Yung Lengkap Bahasa Mandarin. Rp950.000. Harga Cerita Silat Mandarin Jepang Nusantara DVD. Rp165.000. Harga CERITA SILAT MANDARIN KHU LUNG 古龙 - KAKATUA BERDARAH. Rp95.000. Harga cerita silat cina Mandarin klasik 3 buku. Rp500.000
Cersil Ke 16 Pendekar Kwee Ceng Tag:Penelusuran yang terkait dengan cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full
TRIBUNJAKARTA.COM, JAMBI - Polda Jambi menetapkan dosen Universitas Jambi (Unja) berinisial D, sebagai tersangka penganiayaan mahasiswa disabilitas, Arthur Widodo. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jambi, Kombes Pol Andri Ananta mengatakan, setelah melakukan pemeriksaan sejumlah saksi, saat ini, pelaku resmi jadi tersangka, dan langsung dilakukan penahanan.
Pendekar Majapahit Jilid 1. Jilid 1. B A G I A N I. Dialun-alun Kepatihan di Kota Raja nampak banyak Tamtama hilir mudik menunjukkan kesibukan yang lain dari pada hari biasanya. Kereta-kereta para senopati Manggala Tamtama kelihatan berhenti berderet-deret didepan samping Istana. Para Tamtama pengawal penjaga keamanan Istana Kepatihan, semua
Ia berdesis, ”Tetapi mereka tidak akan mendapatkan apapun.”. “Kau pasti melakukan kesalahan dengan pendapat seperti yang baru kau katakan,” kata Agung Sedayu. Swandaru mengalihkan pandangannya. Kemudian Agung Sedayu melanjutkan kata-katanya, ”Justru apa yang mereka perbuat hari ini tidak lebih dari usaha yang memperdaya kita semua.
BATARA - KABUT DI TELAGA SEE-OUW. Written by CERITA SILAT ASMARAMAN SUKOWATI KHO PING HOO on 23.52 in BATARA, cerita silat. BATARA - KABUT DI TELAGA SEE-OUW. Berikut Karya Batara dari Berbagai Sumber ( Kolektor Ebook, Dunia Kang-ouw, Kangzusi dll) A. SERI PENDEKAR RAMBUT EMAS. 1.
Cersil Jadul Kuno Antik SATOE SRIGALA TJABANG KOEN-LOEN SATU SERIGALA CABANG KUNLUNPAY Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju
DDOHW. Digemari Presiden hingga Pembaca yang Balas Dendam Di sela kemeriahan ulang tahun republik ini tiap 17 Agustus, tidak banyak yang tahu bahwa tanggal tersebut adalah hari lahir maestro penulis cerita silat. Penulis itu berjasa menumbuhkan minat baca remaja Indonesia era ’70-an hingga ’80-an. Tak lain adalah Asmaraman Sukowati Kho Ping Hoo. WAHYU KOKKANG, Solo-Sragen, Jawa Pos ANDA mengenal nama-nama seperti Soeharto, Habibie, Gus Dur, Sultan Hamengkubuwono IX, Mahfud MD, Emha Ainun Nadjib, atau Tri Rismaharini? Mereka adalah tokoh besar dari latar belakang dan profesi berbeda. Tapi ada satu hal yang membuat mereka sama. Apa itu? Mereka adalah penggemar cerita silat cersil karya Kho Ping Hoo. Gaya tulisannya yang menarik, diselingi alur cerita dan konflik yang seru serta memantik imajinasi pembaca, membuat penggemar ceritanya penasaran untuk terus melanjutkan ke jilid atau judul-judul berikutnya. Penggemar cersilnya beragam. Dari masyarakat biasa hingga pejabat dan tokoh-tokoh penting yang disebutkan tadi. Budi Santoso, petani tembakau di Temanggung, mengungkapkan kenangannya saat masih SMP di tahun ’70-an. Saat itu ada belasan teman di kelompoknya. Dari belasan itu, dia dan dua anak lagi terbiasa membaca cersil Kho Ping Hoo. â€Kami sering ngobrol tentang kisah seru di cersil itu dan memperagakan gerakan-gerakan silatnya. Teman yang lain penasaran dan kemudian satu per satu ikut membaca. Akhirnya, kami semua menjadi pembaca setia Kho Ping Hoo hingga dewasa,†kenangnya. Sementara itu, Supradaka, dosen sebuah perguruan tinggi di Jakarta, tertarik karena cersil Kho Ping Hoo menyajikan konflik antartokoh dengan menarik dan kadang mengejutkan. â€Saya selalu dibuat penasaran oleh ceritanya dan tambahan ilustrasi di cersil ini benar-benar membangun imajinasi saya,†jelas pengagum kisah Pendekar Bongkok, salah satu judul dari seri Bu Kek Siansu, karya masterpiece Kho Ping Hoo. Lain lagi pengakuan Hari Hardono. Pemerhati komik kelahiran Semarang itu lebih menyukai karya Kho Ping Hoo yang berlatar silat Indonesia. Judul favoritnya adalah Badai Laut Selatan. â€Bahasanya runtut dan enak dibaca. Apalagi, ada bumbu erotis yang dikemas dengan manis,†ujar lelaki penggemar paku payung pines itu. Kho Ping Hoo lahir di Sragen pada 17 Agustus 1926. Anak ke-2 dari 12 bersaudara pasangan Kho Kiem Poo dan Sri Welas Asih itu hidup penuh keprihatinan. Sejak belia, Kho Ping Hoo terbiasa kerja serabutan dan upahnya diserahkan kepada sang ibu yang berprofesi sebagai pedagang di pasar. Dia sangat menyayangi ibunya. Dari sang ibulah dia mengenal banyak pelajaran dan petuah-petuah tentang kehidupan. Ibunya pandai bercerita dan merangkai kalimat-kalimat bijak yang mudah dipahami anak-anaknya. Kemampuan bercerita itulah yang kelak menurun kepada Kho Ping Hoo sehingga lihai menuliskan cerita-cerita yang menarik dalam setiap karyanya. Sedangkan dari sang ayah, dia mencontoh kebiasaan membaca buku, terutama buku-buku filsafat yang menjadi kegemarannya. Pendidikan formalnya hanya sampai kelas 1 di HIS Hollandsch-Inlandsche School. Kepiawaian menulisnya terasah secara otodidak. Kho Ping Hoo mengawali karir menulisnya tahun 1956, saat tinggal di Tasikmalaya. Awalnya, dia menulis cerpen roman percintaan di majalah Selecta, Pancawarna, Star Weekly, dan lain-lain. Bersama beberapa penulis di kota itu, dia mendirikan majalah Teratai sebagai wadah bagi komunitas penulis. Untuk mendorong penjualan Teratai, mereka punya ide memuat cerita-cerita silat yang waktu itu diminati masyarakat. Kho Ping Hoo lalu menghubungi Oey Kim Tiang, seorang penulis dan penerjemah cerita silat Mandarin yang terkenal saat itu, untuk menyumbangkan karyanya ke Teratai. Namun, permintaan tersebut ditolak. Penolakan Oey Kim Tiang itulah yang membuat Kho Ping Hoo memberanikan diri untuk mencoba menulis sendiri cerita silat, bukan menerjemahkan seperti Oey Kim Tiang. Sebab, dia memang tidak bisa membaca huruf Mandarin. Sejak saat itu Kho Ping Hoo rutin menulis cerita silat Mandarin. Judul cersil pertamanya adalah Pedang Pusaka Naga Putih Pek-liong Po-kiam. Di tahun-tahun selanjutnya, cersil karyanya terus mengalir deras dan makin digemari pembaca. Selain cersilnya dimuat di majalah, Kho Ping Hoo juga menerbitkan sendiri karya-karyanya lewat penerbit Jelita yang didirikannya serta mengedarkannya sendiri ke toko-toko buku dan persewaan komik yang pada masa itu menjamur di berbagai daerah. Pecahnya kerusuhan berbau rasial pada tahun 1963 membuat Kho Ping Hoo sekeluarga pindah ke Solo. Menurut Lina Setyowati Kho Djoen Lien, adik bungsunya di Sragen, kakaknya sangat sedih saat peristiwa itu terjadi. â€Saya nggak masalah rumah dan harta benda saya dibakar, tapi saya sangat sedih karya-karya saya ikut musnah,†kenang Lina, menirukan ucapan Koh Ping, begitu dia biasa memanggil sang kakak. Menurut Lina, Koh Ping adalah pribadi yang sangat mengayomi dan melindungi seluruh keluarga. Koh Ping juga menanggung pendidikan adik-adiknya, memberi modal usaha, bahkan membelikan tanah dan rumah untuk sang ibunda. â€Koh Ping ibarat beringin bagi kami. Dia jadi pelindung dan panutan. Dia juga menjadi penengah dan pendamai jika adik-adiknya ada masalah keluarga,†ungkap Lina. Setelah menetap di Mertokusuman, Solo, pada1964, Kho Ping Hoo mendirikan CV Gema, percetakan dan penerbit karya-karyanya selanjutnya. Dalam catatan CV Gema, Kho Ping Hoo sudah menulis 133 judul cersil, baik judul lepas maupun serial. Terdiri atas 110 judul cerita silat Mandarin dan 23 judul cerita silat berlatar budaya Indonesia. Tiap-tiap judul terdiri atas puluhan jilid. Yang terbanyak adalah Jodoh Rajawali, 62 jilid. Data itu belum mencakup karya-karya awal saat Kho Ping Hoo masih berada di Tasikmalaya. Sepeninggal Kho Ping Hoo, CV Gema dipimpin Bunawan Sastraguna, sang menantu, dibantu anak-anak Kho Ping Hoo yang lain hingga sekarang. Bunawan mengembangkan CV Gema dengan mencetak ulang karya-karya Kho Ping Hoo yang hingga kini masih sangat banyak penggemarnya. Seri Bu Kek Siansu adalah yang paling banyak dicetak ulang. Dan, dari 17 judul di seri itu, Pendekar Super Sakti merupakan judul yang paling laris. â€Kami tidak ingat lagi sudah berapa kali cetak ulang,†terang Bunawan. Pembeli cersil Kho Ping Hoo tersebar bahkan hingga mancanegara. Tercatat, ada pembeli dari Amerika, Belanda, Australia, Arab Saudi, dan Taiwan. Ada juga pembeli yang memborong dalam jumlah besar semua judul, baik untuk koleksi pribadi maupun perpustakaan. â€Ada lagi jenis ’pembaca balas dendam’, yakni mereka yang saat remaja dulu sering dimarahi orang tuanya lantaran lebih suka baca komik daripada belajar. Kini, saat mereka sudah sukses dan kaya, mereka borong semua judul karya Kho Ping Hoo untuk dibaca sesuai urutan serialnya,†imbuh Bunawan. */c11/ayi Digemari Presiden hingga Pembaca yang Balas Dendam Di sela kemeriahan ulang tahun republik ini tiap 17 Agustus, tidak banyak yang tahu bahwa tanggal tersebut adalah hari lahir maestro penulis cerita silat. Penulis itu berjasa menumbuhkan minat baca remaja Indonesia era ’70-an hingga ’80-an. Tak lain adalah Asmaraman Sukowati Kho Ping Hoo. WAHYU KOKKANG, Solo-Sragen, Jawa Pos ANDA mengenal nama-nama seperti Soeharto, Habibie, Gus Dur, Sultan Hamengkubuwono IX, Mahfud MD, Emha Ainun Nadjib, atau Tri Rismaharini? Mereka adalah tokoh besar dari latar belakang dan profesi berbeda. Tapi ada satu hal yang membuat mereka sama. Apa itu? Mereka adalah penggemar cerita silat cersil karya Kho Ping Hoo. Gaya tulisannya yang menarik, diselingi alur cerita dan konflik yang seru serta memantik imajinasi pembaca, membuat penggemar ceritanya penasaran untuk terus melanjutkan ke jilid atau judul-judul berikutnya. Penggemar cersilnya beragam. Dari masyarakat biasa hingga pejabat dan tokoh-tokoh penting yang disebutkan tadi. Budi Santoso, petani tembakau di Temanggung, mengungkapkan kenangannya saat masih SMP di tahun ’70-an. Saat itu ada belasan teman di kelompoknya. Dari belasan itu, dia dan dua anak lagi terbiasa membaca cersil Kho Ping Hoo. â€Kami sering ngobrol tentang kisah seru di cersil itu dan memperagakan gerakan-gerakan silatnya. Teman yang lain penasaran dan kemudian satu per satu ikut membaca. Akhirnya, kami semua menjadi pembaca setia Kho Ping Hoo hingga dewasa,†kenangnya. Sementara itu, Supradaka, dosen sebuah perguruan tinggi di Jakarta, tertarik karena cersil Kho Ping Hoo menyajikan konflik antartokoh dengan menarik dan kadang mengejutkan. â€Saya selalu dibuat penasaran oleh ceritanya dan tambahan ilustrasi di cersil ini benar-benar membangun imajinasi saya,†jelas pengagum kisah Pendekar Bongkok, salah satu judul dari seri Bu Kek Siansu, karya masterpiece Kho Ping Hoo. Lain lagi pengakuan Hari Hardono. Pemerhati komik kelahiran Semarang itu lebih menyukai karya Kho Ping Hoo yang berlatar silat Indonesia. Judul favoritnya adalah Badai Laut Selatan. â€Bahasanya runtut dan enak dibaca. Apalagi, ada bumbu erotis yang dikemas dengan manis,†ujar lelaki penggemar paku payung pines itu. Kho Ping Hoo lahir di Sragen pada 17 Agustus 1926. Anak ke-2 dari 12 bersaudara pasangan Kho Kiem Poo dan Sri Welas Asih itu hidup penuh keprihatinan. Sejak belia, Kho Ping Hoo terbiasa kerja serabutan dan upahnya diserahkan kepada sang ibu yang berprofesi sebagai pedagang di pasar. Dia sangat menyayangi ibunya. Dari sang ibulah dia mengenal banyak pelajaran dan petuah-petuah tentang kehidupan. Ibunya pandai bercerita dan merangkai kalimat-kalimat bijak yang mudah dipahami anak-anaknya. Kemampuan bercerita itulah yang kelak menurun kepada Kho Ping Hoo sehingga lihai menuliskan cerita-cerita yang menarik dalam setiap karyanya. Sedangkan dari sang ayah, dia mencontoh kebiasaan membaca buku, terutama buku-buku filsafat yang menjadi kegemarannya. Pendidikan formalnya hanya sampai kelas 1 di HIS Hollandsch-Inlandsche School. Kepiawaian menulisnya terasah secara otodidak. Kho Ping Hoo mengawali karir menulisnya tahun 1956, saat tinggal di Tasikmalaya. Awalnya, dia menulis cerpen roman percintaan di majalah Selecta, Pancawarna, Star Weekly, dan lain-lain. Bersama beberapa penulis di kota itu, dia mendirikan majalah Teratai sebagai wadah bagi komunitas penulis. Untuk mendorong penjualan Teratai, mereka punya ide memuat cerita-cerita silat yang waktu itu diminati masyarakat. Kho Ping Hoo lalu menghubungi Oey Kim Tiang, seorang penulis dan penerjemah cerita silat Mandarin yang terkenal saat itu, untuk menyumbangkan karyanya ke Teratai. Namun, permintaan tersebut ditolak. Penolakan Oey Kim Tiang itulah yang membuat Kho Ping Hoo memberanikan diri untuk mencoba menulis sendiri cerita silat, bukan menerjemahkan seperti Oey Kim Tiang. Sebab, dia memang tidak bisa membaca huruf Mandarin. Sejak saat itu Kho Ping Hoo rutin menulis cerita silat Mandarin. Judul cersil pertamanya adalah Pedang Pusaka Naga Putih Pek-liong Po-kiam. Di tahun-tahun selanjutnya, cersil karyanya terus mengalir deras dan makin digemari pembaca. Selain cersilnya dimuat di majalah, Kho Ping Hoo juga menerbitkan sendiri karya-karyanya lewat penerbit Jelita yang didirikannya serta mengedarkannya sendiri ke toko-toko buku dan persewaan komik yang pada masa itu menjamur di berbagai daerah. Pecahnya kerusuhan berbau rasial pada tahun 1963 membuat Kho Ping Hoo sekeluarga pindah ke Solo. Menurut Lina Setyowati Kho Djoen Lien, adik bungsunya di Sragen, kakaknya sangat sedih saat peristiwa itu terjadi. â€Saya nggak masalah rumah dan harta benda saya dibakar, tapi saya sangat sedih karya-karya saya ikut musnah,†kenang Lina, menirukan ucapan Koh Ping, begitu dia biasa memanggil sang kakak. Menurut Lina, Koh Ping adalah pribadi yang sangat mengayomi dan melindungi seluruh keluarga. Koh Ping juga menanggung pendidikan adik-adiknya, memberi modal usaha, bahkan membelikan tanah dan rumah untuk sang ibunda. â€Koh Ping ibarat beringin bagi kami. Dia jadi pelindung dan panutan. Dia juga menjadi penengah dan pendamai jika adik-adiknya ada masalah keluarga,†ungkap Lina. Setelah menetap di Mertokusuman, Solo, pada1964, Kho Ping Hoo mendirikan CV Gema, percetakan dan penerbit karya-karyanya selanjutnya. Dalam catatan CV Gema, Kho Ping Hoo sudah menulis 133 judul cersil, baik judul lepas maupun serial. Terdiri atas 110 judul cerita silat Mandarin dan 23 judul cerita silat berlatar budaya Indonesia. Tiap-tiap judul terdiri atas puluhan jilid. Yang terbanyak adalah Jodoh Rajawali, 62 jilid. Data itu belum mencakup karya-karya awal saat Kho Ping Hoo masih berada di Tasikmalaya. Sepeninggal Kho Ping Hoo, CV Gema dipimpin Bunawan Sastraguna, sang menantu, dibantu anak-anak Kho Ping Hoo yang lain hingga sekarang. Bunawan mengembangkan CV Gema dengan mencetak ulang karya-karya Kho Ping Hoo yang hingga kini masih sangat banyak penggemarnya. Seri Bu Kek Siansu adalah yang paling banyak dicetak ulang. Dan, dari 17 judul di seri itu, Pendekar Super Sakti merupakan judul yang paling laris. â€Kami tidak ingat lagi sudah berapa kali cetak ulang,†terang Bunawan. Pembeli cersil Kho Ping Hoo tersebar bahkan hingga mancanegara. Tercatat, ada pembeli dari Amerika, Belanda, Australia, Arab Saudi, dan Taiwan. Ada juga pembeli yang memborong dalam jumlah besar semua judul, baik untuk koleksi pribadi maupun perpustakaan. â€Ada lagi jenis ’pembaca balas dendam’, yakni mereka yang saat remaja dulu sering dimarahi orang tuanya lantaran lebih suka baca komik daripada belajar. Kini, saat mereka sudah sukses dan kaya, mereka borong semua judul karya Kho Ping Hoo untuk dibaca sesuai urutan serialnya,†imbuh Bunawan. */c11/ayi